Dapatkan penghasilan tambahan disini

Saturday, November 10, 2012

GURU, SI PEUBAH KEADAAN


Teringat suatu cerita dari negeri Matahari Terbit. Setelah bom atom jatuh di Hirosima dan Nagasaki kalimat pertama yang yang terlontar dari Kaisar Jepang adalah berapa banyak guru yang masih selamat. Kaisar tahu dan sadar betul bahwa untuk membangun kembali negaranya dia membutuhkan GURU.

Guru adalah pahlawan yang tidak berperang di medan peperangan. Tapi dia berperang di pikiran kita untuk memenangkan kita dari kebodahan dan ketidaktahuan. Dia tahu apa yang telah dan yang sedang dia kerjakan adalah untuk masa depan anak didiknya yang dia percayai dapat merubah keadaan lebih baik.

Tiba-tiba ingatanku melayang ke memori kelas 1 SD  J. Aku ingat saat guru ku mengajari aku sampai bisa membedakan huruf B kecil dan D kecil. “kalau B kecil perutnya ke arah pintu, kalau D kecil perutnya ke arah lemari” katanya menerangkan sambil mencontohkan cara penulisannya di papan tulis. Hahahahaha, teringat saat itu aku masih begitu kecil dan dia mengajariku dengan lembut dan penuh dengan kesabaran pastinya.

Mari sedikit melihat kisah nyata seorang wanita yang menjadikan dirinya GURU.

Tahu wanita muda yang sedang menulis itu?

Dia Butet Manurung. Aku mendengar kisahnya di TV swasta beberapa waktu yang lalu karena dedikasinya. Bahkan majalah TIME Asia pun sempat memuat artikel tentangnya.

Ada apa gerangan?

Butet yang memiliki dua gelar sarjana yaitu Sastra Indonesia dan Antropologi Unpad Bandung merupakan pendiri sekolah rintisan komunitas Orang Rimba di pedalaman Bukit Dua Belas Jambi. Dia mengajari komunitas tersebut membaca, menulis, dan hitung sejak tahun 1999. Dia bukan pendiri sekolah dengan fasilitas bangunan, meja, ataupun kursi. Dia hanya membutuhkan buku dan pensil bagi anak-anak komunitas Rimba karena baginya, bangunannya adalah dirinya sendiri, meja dan kursi adalah kepeduliannya.  Orang Rimba yang kerap dianggap bodoh, miskin, primitif, stereotip negatif lainnya yang memang tidak memiliki kemampuan untuk membaca, menulis dan berhitung sering sekali menjadi korban penipuan oleh pendatang-pendatang asing yang menganggap dirinya pintar, modern, dan  beradab. Hal itulah yang membuat hatinya tergerak dan tampil sebagai sosok GURU yang membawa perubahan.

Saat menulis artikel ini aku mencoba membayangkan untuk bertukar posisi dengan si Butet.  Membayangkannya saja aku tidak mampu karena begitu banyak tantangan yang harus kuhadapi pastinya. Tidak ada sinyal untuk smsan, teleponan dan internet, tidak ada hiburan dan pasti yang terlihat hanya pohon-pohon tinggi dengan sekali-kali terdengar suara hewan-hewan. Memang untuk menjadi pahlawan dibutuhkan tekat dan kepedulian yang besar, dan seorang guru memiliki kedua hal itu.

Hahh... lagi-lagi pikiranku mengantarakanku ke pintu gerbang memori masa-masa sekolah dulu. Saat masih menggunakan seragam, aku ingat ada lagu yang menceritakan rasa terima kasih yang kepada seorang guru. Biar aku mengingatkanmu pembaca,

Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku
Tuk pengabdianmu
Engkau s’bagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa
Tanpa tanda jasa

Hatiku bergejolak. Ingin rasanya aku kembali ke masa-masa seragam itu dan mengulang lagi saat-saat aku mencium tangannya dan berkata “SELAMAT PAGI BUK/PAK....” dan mendengarnya membalas sapaan kami “SELAMAT PAGI ANAK-ANAK, SILAHKAN DUDUK”

Mengingat akan guru tidak ada kata yang tepat untuk menggambarkan ketulusan, pengabdian dan kesabarannya. Aku yang dahulu hanya bocah kampung tapi karenanya aku bisa menulis artikel ini sebab beliau mengajariku menulis, Anda bisa membaca artikel ini karena beliau mengajari Anda membaca.

 Terima kasih ku ucapkan pada semua GURU yang ada. Baik mereka yang memang berprofesi sebagai guru atau mereka yang menjadikan diri mereka sendiri seorang GURU.