Teringat suatu cerita
dari negeri Matahari Terbit. Setelah bom atom jatuh di Hirosima dan Nagasaki kalimat
pertama yang yang terlontar dari Kaisar Jepang adalah berapa banyak guru yang
masih selamat. Kaisar tahu dan sadar betul bahwa untuk membangun kembali
negaranya dia membutuhkan GURU.
Guru
adalah pahlawan yang tidak berperang di medan peperangan. Tapi dia berperang di
pikiran kita untuk memenangkan kita dari kebodahan dan ketidaktahuan. Dia tahu
apa yang telah dan yang sedang dia kerjakan adalah untuk masa depan anak didiknya
yang dia percayai dapat merubah keadaan lebih baik.
Tiba-tiba
ingatanku melayang ke memori kelas 1 SD J. Aku ingat saat guru ku mengajari aku sampai bisa membedakan
huruf B kecil dan D kecil. “kalau B kecil perutnya ke arah pintu, kalau D kecil
perutnya ke arah lemari” katanya menerangkan sambil mencontohkan cara
penulisannya di papan tulis. Hahahahaha, teringat saat itu aku masih begitu
kecil dan dia mengajariku dengan lembut
dan penuh dengan kesabaran pastinya.
Mari
sedikit melihat kisah nyata seorang wanita yang menjadikan dirinya GURU.
Tahu wanita
muda yang sedang menulis itu?
Dia
Butet Manurung. Aku mendengar kisahnya di TV swasta beberapa waktu yang lalu
karena dedikasinya. Bahkan majalah TIME Asia pun sempat memuat artikel
tentangnya.
Ada
apa gerangan?
Butet
yang memiliki dua gelar sarjana yaitu Sastra Indonesia dan Antropologi Unpad
Bandung merupakan pendiri sekolah rintisan komunitas Orang Rimba di pedalaman
Bukit Dua Belas Jambi. Dia mengajari komunitas tersebut membaca, menulis, dan hitung
sejak tahun 1999. Dia bukan pendiri sekolah dengan fasilitas bangunan, meja,
ataupun kursi. Dia hanya membutuhkan buku dan pensil bagi anak-anak komunitas
Rimba karena baginya, bangunannya adalah dirinya sendiri, meja dan kursi adalah
kepeduliannya. Orang
Rimba yang kerap dianggap bodoh, miskin, primitif, stereotip negatif lainnya
yang memang tidak memiliki kemampuan untuk membaca, menulis dan berhitung
sering sekali menjadi korban penipuan oleh pendatang-pendatang asing yang
menganggap dirinya pintar, modern, dan beradab. Hal itulah yang membuat
hatinya tergerak dan tampil sebagai sosok GURU yang membawa perubahan.
Saat menulis artikel
ini aku mencoba membayangkan untuk bertukar posisi dengan si Butet. Membayangkannya saja aku tidak mampu karena
begitu banyak tantangan yang harus kuhadapi pastinya. Tidak ada sinyal untuk
smsan, teleponan dan internet, tidak ada hiburan dan pasti yang terlihat hanya pohon-pohon
tinggi dengan sekali-kali terdengar suara hewan-hewan. Memang untuk menjadi
pahlawan dibutuhkan tekat dan kepedulian yang besar, dan seorang guru memiliki
kedua hal itu.
Hahh... lagi-lagi
pikiranku mengantarakanku ke pintu gerbang memori masa-masa sekolah dulu. Saat
masih menggunakan seragam, aku ingat ada lagu yang menceritakan rasa terima kasih
yang kepada seorang guru. Biar aku mengingatkanmu pembaca,
Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku
Tuk pengabdianmu
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku
Tuk pengabdianmu
Engkau s’bagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa
Tanpa tanda jasa
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa
Tanpa tanda jasa
Hatiku bergejolak.
Ingin rasanya aku kembali ke masa-masa seragam itu dan mengulang lagi saat-saat
aku mencium tangannya dan berkata “SELAMAT PAGI BUK/PAK....” dan mendengarnya
membalas sapaan kami “SELAMAT PAGI ANAK-ANAK, SILAHKAN DUDUK”
Mengingat akan guru
tidak ada kata yang tepat untuk menggambarkan ketulusan, pengabdian dan
kesabarannya. Aku yang dahulu hanya bocah kampung tapi karenanya aku bisa
menulis artikel ini sebab beliau mengajariku menulis, Anda bisa membaca artikel
ini karena beliau mengajari Anda membaca.
Terima kasih ku ucapkan pada semua GURU yang
ada. Baik mereka yang memang berprofesi sebagai guru atau mereka yang menjadikan
diri mereka sendiri seorang GURU.